Selasa, 30 November 2010

Kajian Filosofis Nasehat Seorang Ibu Kepada Anaknya: "Hidup adalah Perjalanan"

oleh
Budi Wibowo
بسمالله الرّحمن الرّحيم

Perkenankan tulisan ini saya awali dengan menyunting firman Allah SWT;

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا
صَدَّقَ اللهُ الْعَظِيْمَ وصَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِيْمَ
“Berpeganglah pada tali Allah semuanya!”
Maha benar Allah dengan segala firmanNya dan telah benar pula RasulNya yang Mulia.
***


Dahulu, Ibu saya pernah memberi nasehat kepada putra-putrinya sebagai bekal dalam mengarungi hidup ini dengan kalimat singkat tetapi mengandung makna yang dalam kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi demikian "Lee mrenea tak kandani : Urip iku sejatine mung lakon, wisto lakonono". (“Kemarilah anakku saya beri tahu bahwa hidup ini sebenarnya adalah perjalanan, maka jalanilah”.)

Mari kita renungkan sejenak, benarkah hidup ini adalah sebuah perjalanan?

Ketika kita lahir ke bumi kemudian menginjak remaja menjadi orang dewasa kemudian kembali kita mati, ternyata benar bahwa seiring dengan perputaran waktu kita tempuh kehidupan ini hingga saat tertentu, selesailah hidup di dunia ini.

Selesaikah sampai di dunia ini saja perjalan hidup ini ? Ternyata tidak, karena ada beberapa pertanyaan yang belum terselesaikan, yaitu:

1. Kemana arah yang harus kita tuju dalam kehidupan ini?.
2. Kendaraan apa yang dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan itu.?
3. Sudah benarkah jalan yang kita tempuh ini?

Sebenarnya perjalanan ini memiliki dua terminal yaitu pertama adalah terminal pemberangkatan dan kedua adalah terminal pemberhentian.

Kapan kita mulai berangkat, yaitu ketika kita telah memasuki akil balig, di mana pada saat itu amal perbuatan mulai dicatat atau direkam sebagai amalan yang benar atau sabagai amalan yang salah, Allah berfirman dalam surat Yasin ayat 12;

اِنَا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوتىَ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَاَثَارَهُمْ
وَكُلَّ شَىءٍ اَحْصَيْنَهُ فِىْ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami mencatat amal yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan, dan segala sesuatu akan Kami perhitungkan dalam bukti yang nyata.

Pena pencatat itu terus menulis amal perbuatan kita, tak hendak diangkat-angkat kecuali ketika kita masih anak-anak, ketika kita sedang tidur, dan ketika kita menjadi orang tua yang sudah hilang ingatan

***

Hidup ini adalah perjalanan dan ternyata perjalanan kita itu menghasilkan jejak atau bekas-bekas. Bekas-bekas itu tidak akan hilang dan bekas-bekas itu menunjukkan ke mana arah yang telah kita tuju. Oleh karena itu kita harus tahu jalan mana yang hendak kita tempuh, semua ini bergantung pada niatan/motivasi kita, mau kemana ayunan kaki ini kita arahkan 'tuk membawa badan yang di dalamnya kita bersembunyi dalam perjalanan ini.

Ada dua arah yang dapat kita tuju, seperti telah dijelaskan oleh Nabi kita s.a.w, dalam sabdanya:

اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِا لنِّيَّاتِ وَاِنَّماَ لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ
و َمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى الدُّنْيَا يُصِيْبُهَا
اَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا هَاجَرَاِلَيْهِ

Semua amal itu tergantung niatnya, dan apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrah itu (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menggambarkan motivasi seseorang dalam menentukan amal perbuatan. Tergantung apa yang melatarbelakangi manusia dalam bertindak, apakah ia ingin memperoleh kenikmatan dunia saja atau ingin mendapatkan kenikmatan di akhirat nanti. Kenikmatan di akhirat digambarkan dengan pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya.

Perlu diketahui bahwa pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya adalah pertemuan di surga yang dijanjikan, adalah hidup dalam lindungan Allah, berdampingan dengan orang-orang yang telah mendapat ni'matNya, berkumpul di tengah para Nabi, orang-orang yang menegakkan kebenaran (Ulama), orang-orang yang mati membela agama dan orang-orang yang telah melakukan amal kebajikan sesuai dengan tuntunan-Nya. Allah telah berfirman dalam Surat Annisa ayat 69:



وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ والرَّسُوْلَ فَاُولَءِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ
مِّنَ النَّبِيِّنَ والصِّدِّيْقِيْنِ و الشُهَدَاءِ وَالصَّلِحِيْنَ
وَحَسُنَ اُوْلَءِكَ رَفِيْقَا

Dan barang siapa menaati Allah dan rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Para Nabi, para siddiqin,orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

***
Hidup ini adalah perjalanan, bergantung pada tujuan yang hendak dituju maka orang yang telah menentukan tujuan untuk mencapai pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya segala gerak dan langkahnya tetap tertuju ke sana. Pencapaian tujuan itu memerlukan kendaraan yang berupa, keguhan (istiqomah), kesabaran, kepasrahan (tawakal) dan pengorbanan (jihad).

Sama sebenarnya bagi mereka yang telah menentukan tujuan selain di jalan Allah dan rasul-Nya. Kita tahu orang begitu giat bekerja siang malam mencari harta sengaja ia tinggalkan sholat, ia tinggalkan perintah dan anjuran. Kita lihat orang begitu sabar dan pasrah melaksanakan perjudian bahkan mereka tidak merasa menyesal sama sekali ketika yang mereka harap dari perjudian itu gagal. Memang ada kelompok manusia yang mau berkorban dengan mengambil jalan hidup demikian. Kalau boleh saya katakan maka orang demikian ini adalah istiqomahnya, kesabarannya, jihadnya dan tawakalnya hanya ditujukan untuk mengabdi kepada Syeitan.

***

Hidup ini adalah perjalanan. Ketika kita telah menentukan tujuan yang benar tidak jarang kita temui berbagai rintangan yang harus kita lewati. Pesan orang tua kita “Jalanilah !” (Lakonono !). Artinya kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kita. Karena memang demikian hidup ini. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mendapat ujian dari Tuhannya. Ia menguji hamba-Nya sesuai dengan kemampuan hamba tersebut. Tidaklah seseorang dikatakan beriman sebelum Ia mengujinya.


لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً اِلاَّ وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqoroh:[2] ;286)

Dan Ia berfirman sebagaimana termaktub dalam surat Al-Ankabut ayat 2-3


اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يًّتْرَكُوا اَنْ يَّقُوْلُوْ اَمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلْيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَّقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَذِبِيْنَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman",sedang mereka tidak diuji?
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

***
Iman bukanlah kata-kata. Sebelum manusia diuji oleh Allah SWT. belumlah seseorang hamba dikatakan beriman. Maksudnya seorang hamba yang beriman adalah seorang hamba yang telah lulus dari ujian yang Allah berikan, sehingga timbullah keyakinan dalam hati kemudian diucapkan dengan lesan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

Banyak sekali orang yang mengaku beriman tumbang di tengah perjalanan karena mereka tidak mampu membuktikan ucapan mereka. Mereka yang tak mampu membuktikan keimanannya bagaikan melakukan perdagangan yang rugi. Semula mereka memiliki barang yang berharga kemudian mereka tukar dengan barang dagangan yang lebih murah, mereka kurbankan keimanan demi meraup materi keduniaan sebanyak-banyaknya. Ini dapat kita lihat semakin menipisnya nilai-nilai Islam dalam lingkungan kita, bahkan pada tataran yang lebih luas yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Orang tua kita berpesan dengan kalimat bahasa Jawa "Wisto lakonono !", Dalam bahasa Indonesia "Jalanilah !", artinya ketika menghadapi ujian seberat apapun kerjakanlah dan tetaplah berpegang pada tuntunan Tuhan. Para da'i jaman dahulu menggambarkan dengan kalimat "lunyu-lunyu penekno", artinya sesulit apapun tetap perjuangkanlah. Demikianlah orang tua kita mengajarkan kepada anak-anaknya, karena mereka mengetahui bahwa Allah berfirman dalam surat Ath Thalaaq ayat 2 dan 3:


وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَحْرَجًا
وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka

Di ayat lain Dia berfirman:

فَاِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al Insyirah [94 ]:5-6).

***
Hidup adalah perjalanan. Di depan kita banyak perintang, ternyata selain perintang yang harus kita atasi juga tersedia buah-buah rezeki yang melimpah, bergantung pada diri kita masing-masing dalam mendayagunakan kemampuan tenaga dan pikiran . Di tengah belantara kehidupan manusia itu ada seutas tali yang panjang, tali itu adalah penunjuk jalan agar manusia tidak tersesat menempuh perjalanan di tengah belantara kehidupan ini. Tali inilah yang kita sebut dengan Al-Quran dan As Sunnah. Tali itu adalah pegangan kita sewaktu berjalan menyusuri jalan datar , mendaki dan menuruni tebing di tengah belantara kehidupan. Kita dapat membayangkan tatkala seseorang berjalan pada jalan datar dan seseorang berjalan pada jalan bertebing. Tentu masing-masing terlihat berbeda lagak jalannya. Tidak sama antara mereka yang berpegang tali mendaki tebing dengan yang berpegang tali menapaki jalan datar.

Tali.. ? Ya seutas tali bukan tongkat kayu. Ternyata tali memberi makna transformasi yang berkesinambungan. Bukankah waktu terus berubah ? Bukankah ruang itu tidak sama? Bukankah perubahan zaman itu diiringi dengan perubahan sosial ?

Banyak manusia yang terlena dengan hiasan kehidupan dunia sehingga ada yang sengaja ia lepaskan tali itu dari genggamannya. Mereka raup buah-buah yang kelihatannya indah padahal terlarang. Di sisi lain ada orang yang tetap berpegang pada tali tersebut meskipun dia hanya mampu menjangkau sedikit saja buah rezeki di dunia ini.

Mereka yang melepaskan diri dari tali pegangan itu akan tersesat di tengah belantara kehidupan, mereka berjalan melingkar-lingkar tanpa tujuan, mereka itulah orang-orang kafir. Sedangkan mereka yang tetap berpegang teguh dengan tali tersebut terus menapaki dan sampailah ia pada penghujung tali. Itulah terminal terakhir yang ia tuju yaitu kehidupan yang lebih baik dari pada kehidupan di awal dan di tengah perjalanan. Allah berfirman:

بَلْ تُوءْثِرُوْنَ الْحَيَوْةَ الدُّنْيَا وَلاَ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقَى


Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhir itu lebih baik dan lebih kekal (QS, Al-A'laa [87 ]:16-17).

***
Jadi hidup adalah perjalanan. Betapapan berat ujian ini mari kita jalani, dengan keteguhan, sabar dan tawakal walaupun dengan pengorbanan. Kapan kita akan mati kita tidak tahu, padahal itu adalah suatu kepastian. Oleh karena itu saya berwasiat pertama kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian. Mari kita bulatkan tekat kita dalam setiap sendi kehidupan ini gerak dan langkah kita selalu mengait pada tali Allah.


.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Daftar Pustaka:
- Al Qur’an Karim.
- Abdillah, M. 2003. Dialektika Hukum Islam dan Perubahan Sosial
(Sebuah Refleksi Sosiologis atas Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah).
Muhammadiyah University Press. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
- Zainuddin, Abi Abas. ___. Tajriidush Shariih li Ahaadiitsil Jaami’ush Shahiih.
Al ‘Alawiyyah. Semarang. Hal. 5.
____________________________________
Materi khutbah Jum’at di salah satu Masjid di Bandarlampung;
Disampaikan penulis tgl 17-02-2006.



»»  LANJUT...

Senin, 14 Juni 2010

Kajian Filosofis Nasehat Seorang Ibu Kepada Anaknya: "Hidup adalah Perjalanan"

oleh
Budi Wibowo
بسمالله الرّحمن الرّحيم

Perkenankan tulisan ini saya awali dengan menyunting firman Allah SWT;

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا
صَدَّقَ اللهُ الْعَظِيْمَ وصَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِيْمَ
“Berpeganglah pada tali Allah semuanya!”
Maha benar Allah dengan segala firmanNya dan telah benar pula RasulNya yang Mulia.
***
Dahulu, Ibu saya pernah memberi nasehat kepada putra-putrinya sebagai bekal dalam mengarungi hidup ini dengan kalimat singkat tetapi mengandung makna yang dalam kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi demikian "Lee mrenea tak kandani : Urip iku sejatine mung lakon, wisto lakonono". (“Kemarilah anakku saya beri tahu bahwa hidup ini sebenarnya adalah perjalanan, maka jalanilah”.)

Mari kita renungkan sejenak, benarkah hidup ini adalah sebuah perjalanan?

Ketika kita lahir ke bumi kemudian menginjak remaja menjadi orang dewasa kemudian kembali kita mati, ternyata benar bahwa seiring dengan perputaran waktu kita tempuh kehidupan ini hingga saat tertentu, selesailah hidup di dunia ini.

Selesaikah sampai di dunia ini saja perjalan hidup ini ? Ternyata tidak, karena ada beberapa pertanyaan yang belum terselesaikan, yaitu:

1. Kemana arah yang harus kita tuju dalam kehidupan ini?.
2. Kendaraan apa yang dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan itu.?
3. Sudah benarkah jalan yang kita tempuh ini?

Sebenarnya perjalanan ini memiliki dua terminal yaitu pertama adalah terminal pemberangkatan dan kedua adalah terminal pemberhentian.

Kapan kita mulai berangkat, yaitu ketika kita telah memasuki akil balig, di mana pada saat itu amal perbuatan mulai dicatat atau direkam sebagai amalan yang benar atau sabagai amalan yang salah, Allah berfirman dalam surat Yasin ayat 12;


وَكُلَّ شَىءٍ اَحْصَيْنَهُ فِىْ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ اِنَا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوتىَ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَاَثَارَهُمْ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami mencatat amal yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan, dan segala sesuatu akan Kami perhitungkan dalam bukti yang nyata.

Pena pencatat itu terus menulis amal perbuatan kita, tak hendak diangkat-angkat kecuali ketika kita masih anak-anak, ketika kita sedang tidur, dan ketika kita menjadi orang tua yang sudah hilang ingatan

***

Hidup ini adalah perjalanan dan ternyata perjalanan kita itu menghasilkan jejak atau bekas-bekas. Bekas-bekas itu tidak akan hilang dan bekas-bekas itu menunjukkan ke mana arah yang telah kita tuju. Oleh karena itu kita harus tahu jalan mana yang hendak kita tempuh, semua ini bergantung pada niatan/motivasi kita, mau kemana ayunan kaki ini kita arahkan 'tuk membawa badan yang di dalamnya kita bersembunyi dalam perjalanan ini.

Ada dua arah yang dapat kita tuju, seperti telah dijelaskan oleh Nabi kita s.a.w, dalam sabdanya:




اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِا لنِّيَّاتِ وَاِنَّماَ لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ
و َمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى الدُّنْيَا يُصِيْبُهَا
اَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا هَاجَرَاِلَيْهِ

Semua amal itu tergantung niatnya, dan apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrah itu (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menggambarkan motivasi seseorang dalam menentukan amal perbuatan. Tergantung apa yang melatarbelakangi manusia dalam bertindak, apakah ia ingin memperoleh kenikmatan dunia saja atau ingin mendapatkan kenikmatan di akhirat nanti. Kenikmatan di akhirat digambarkan dengan pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya.

Perlu diketahui bahwa pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya adalah pertemuan di surga yang dijanjikan, adalah hidup dalam lindungan Allah, berdampingan dengan orang-orang yang telah mendapat ni'matNya, berkumpul di tengah para Nabi, orang-orang yang menegakkan kebenaran (Ulama), orang-orang yang mati membela agama dan orang-orang yang telah melakukan amal kebajikan sesuai dengan tuntunan-Nya. Allah telah berfirman dalam Surat Annisa ayat 69:


وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ والرَّسُوْلَ فَاُولَءِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيِّنَ والصِّدِّيْقِيْنِ و الشُهَدَاءِ وَالصَّلِحِيْنَ
وَحَسُنَ اُوْلَءِكَ رَفِيْقَا

Dan barang siapa menaati Allah dan rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Para Nabi, para siddiqin,orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

***
Hidup ini adalah perjalanan, bergantung pada tujuan yang hendak dituju maka orang yang telah menentukan tujuan untuk mencapai pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya segala gerak dan langkahnya tetap tertuju ke sana. Pencapaian tujuan itu memerlukan kendaraan yang berupa, keguhan (istiqomah), kesabaran, kepasrahan (tawakal) dan pengorbanan (jihad).

Sama sebenarnya bagi mereka yang telah menentukan tujuan selain di jalan Allah dan rasul-Nya. Kita tahu orang begitu giat bekerja siang malam mencari harta sengaja ia tinggalkan sholat, ia tinggalkan perintah dan anjuran. Kita lihat orang begitu sabar dan pasrah melaksanakan perjudian bahkan mereka tidak merasa menyesal sama sekali ketika yang mereka harap dari perjudian itu gagal. Memang ada kelompok manusia yang mau berkorban dengan mengambil jalan hidup demikian. Kalau boleh saya katakan maka orang demikian ini adalah istiqomahnya, kesabarannya, jihadnya dan tawakalnya hanya ditujukan untuk mengabdi kepada Syeitan.

***

Hidup ini adalah perjalanan. Ketika kita telah menentukan tujuan yang benar tidak jarang kita temui berbagai rintangan yang harus kita lewati. Pesan orang tua kita “Jalanilah !” (Lakonono !). Artinya kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kita. Karena memang demikian hidup ini. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mendapat ujian dari Tuhannya. Ia menguji hamba-Nya sesuai dengan kemampuan hamba tersebut. Tidaklah seseorang dikatakan beriman sebelum Ia mengujinya.


لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً اِلاَّ وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqoroh:[2] ;286)

Dan Ia berfirman sebagaimana termaktub dalam surat Al-Ankabut ayat 2-3

اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يًّتْرَكُوا اَنْ يَّقُوْلُوْ اَمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلْيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَّقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَذِبِيْنَ 
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman",sedang mereka tidak diuji?
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

***
Iman bukanlah kata-kata. Sebelum manusia diuji oleh Allah SWT. belumlah seseorang hamba dikatakan beriman. Maksudnya seorang hamba yang beriman adalah seorang hamba yang telah lulus dari ujian yang Allah berikan, sehingga timbullah keyakinan dalam hati kemudian diucapkan dengan lesan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

Banyak sekali orang yang mengaku beriman tumbang di tengah perjalanan karena mereka tidak mampu membuktikan ucapan mereka. Mereka yang tak mampu membuktikan keimanannya bagaikan melakukan perdagangan yang rugi. Semula mereka memiliki barang yang berharga kemudian mereka tukar dengan barang dagangan yang lebih murah, mereka kurbankan keimanan demi meraup materi keduniaan sebanyak-banyaknya. Ini dapat kita lihat semakin menipisnya nilai-nilai Islam dalam lingkungan kita, bahkan pada tataran yang lebih luas yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Orang tua kita berpesan dengan kalimat bahasa Jawa "Wisto lakonono !", Dalam bahasa Indonesia "Jalanilah !", artinya ketika menghadapi ujian seberat apapun kerjakanlah dan tetaplah berpegang pada tuntunan Tuhan. Para da'i jaman dahulu menggambarkan dengan kalimat "lunyu-lunyu penekno", artinya sesulit apapun tetap perjuangkanlah. Demikianlah orang tua kita mengajarkan kepada anak-anaknya, karena mereka mengetahui bahwa Allah berfirman dalam surat Ath Thalaaq ayat 2 dan 3:


وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَحْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka

Di ayat lain Dia berfirman:



فَاِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al Insyirah [94 ]:5-6).

***
Hidup adalah perjalanan. Di depan kita banyak perintang, ternyata selain perintang yang harus kita atasi juga tersedia buah-buah rezeki yang melimpah, bergantung pada diri kita masing-masing dalam mendayagunakan kemampuan tenaga dan pikiran . Di tengah belantara kehidupan manusia itu ada seutas tali yang panjang, tali itu adalah penunjuk jalan agar manusia tidak tersesat menempuh perjalanan di tengah belantara kehidupan ini. Tali inilah yang kita sebut dengan Al-Quran dan As Sunnah. Tali itu adalah pegangan kita sewaktu berjalan menyusuri jalan datar , mendaki dan menuruni tebing di tengah belantara kehidupan. Kita dapat membayangkan tatkala seseorang berjalan pada jalan datar dan seseorang berjalan pada jalan bertebing. Tentu masing-masing terlihat berbeda lagak jalannya. Tidak sama antara mereka yang berpegang tali mendaki tebing dengan yang berpegang tali menapaki jalan datar.

Tali.. ? Ya seutas tali bukan tongkat kayu. Ternyata tali memberi makna transformasi yang berkesinambungan. Bukankah waktu terus berubah ? Bukankah ruang itu tidak sama? Bukankah perubahan zaman itu diiringi dengan perubahan sosial ?

Banyak manusia yang terlena dengan hiasan kehidupan dunia sehingga ada yang sengaja ia lepaskan tali itu dari genggamannya. Mereka raup buah-buah yang kelihatannya indah padahal terlarang. Di sisi lain ada orang yang tetap berpegang pada tali tersebut meskipun dia hanya mampu menjangkau sedikit saja buah rezeki di dunia ini.

Mereka yang melepaskan diri dari tali pegangan itu akan tersesat di tengah belantara kehidupan, mereka berjalan melingkar-lingkar tanpa tujuan, mereka itulah orang-orang kafir. Sedangkan mereka yang tetap berpegang teguh dengan tali tersebut terus menapaki dan sampailah ia pada penghujung tali. Itulah terminal terakhir yang ia tuju yaitu kehidupan yang lebih baik dari pada kehidupan di awal dan di tengah perjalanan. Allah berfirman:

بَلْ تُوءْثِرُوْنَ الْحَيَوْةَ الدُّنْيَا وَلاَ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقَى


Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhir itu lebih baik dan lebih kekal (QS, Al-A'laa [87 ]:16-17).

***
Jadi hidup adalah perjalanan. Betapapan berat ujian ini mari kita jalani, dengan keteguhan, sabar dan tawakal walaupun dengan pengorbanan. Kapan kita akan mati kita tidak tahu, padahal itu adalah suatu kepastian. Oleh karena itu saya berwasiat pertama kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian. Mari kita bulatkan tekat kita dalam setiap sendi kehidupan ini gerak dan langkah kita selalu mengait pada tali Allah.


.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Daftar Pustaka:
- Al Qur’an Karim.
- Abdillah, M. 2003. Dialektika Hukum Islam dan Perubahan Sosial
(Sebuah Refleksi Sosiologis atas Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah).
Muhammadiyah University Press. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
- Zainuddin, Abi Abas. ___. Tajriidush Shariih li Ahaadiitsil Jaami’ush Shahiih.
Al ‘Alawiyyah. Semarang. Hal. 5.
____________________________________
Materi khutbah Jum’at di salah satu Masjid di Bandarlampung;
Disampaikan penulis tgl 17-02-2006.

»»  LANJUT...

Rabu, 09 Juni 2010

Pidato Politik Abu Bakar Ash Shidiq R.A

(Catatan Khutbah Menjelang Pesta Demokrasi April 2009)
Budi Wibowo

الحمد لله نستعنه و نستغفره ونعذ بالله من شرور انفسنا
من يهدالله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادئ له

اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ الاَّ اللهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى محمّد عَبْدِكَ وَ رَسُولِكَ وَعَلَى أَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ: أَمَّابَعْدُ
فَيَا اَيُّهَ الْحَضِرُوْنَ : اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


قَلَ اللهُ تَعَلئَ فِئ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ : اَعُذُ بِا اللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرّمن الرّحمي

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

صَدَّقَ الله العَظِيمَ وَ صَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِمَ
Sidang jum’at yang berbahagia,
Mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah s wt yang telah melimpahkan taufik rahmat dan hidayahNya kepada kita sehingga pada siang hari ini kita dapat melangkahkan kaki menuju Masjid ini dalam rangka memnunaikan kewajiban sholat jum’at berjamaah. Salam dan sholawat senantiasa tidak lupa selalu kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW

Sebagai kotib saya berwasiat kepada diri saya dan mengajak kepada jama’ah sekalian mari kita selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.

Judul kutbah siang hari ini adalah

Pidato Politik Abu Bakar Shidik R.A

Sidang jum’at yang berbahagia,
Lima hari lagi kita akan merayakan pesta demokrasi di negeri ini. Telah banyak kita lihat dan kita dengar janji janji politik dari para caleg untuk memikat masyarakat agar memilih mereka sebagai pemimpin atau wakil dari rakyat yang berada di daerahnya. Sebagai warga negara yang baik tentu kita patuh terhadap ketentuan Negara kita. Seperti yang telah diperintahkan Allah swt dalam Al Qur’an (QS An NIsa :59)


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


“Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu, Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
(QS An NIsa :59)

Para ulama sependapat bahwa ketaatan terhadap Allah dan Rasulnya adalah bersifat mutlak, sedangkan terhadap ulil amri bersifat relative.

***
Sidang jum’at yang berbahagia,
Allah menciptakan manusia di bumi ini adalah sebagai kholifah (pemelihara), untuk melaksanakan kekolifahan di muka bumi ini maka Ia memerintahkan manusia untuk memilih pemimpinnya sebagai, termaktub dalam QS An Nisa:58

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”
. (An Nisa:58)

Kemudian dalam suatu hadis disebutkan bahwa Rasulullah s a w, bersabda:

إذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أحَدَهُم

“Jika ada tiga orang bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat/memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin”.


Demikian pegangan seorang muslim dalam hal membina kehidupan berbangsa dan bernegara.

***
Sidang jum’at yang berbahagia,
Telah banyak kita lihat dan kita dengar baik melalui media masa maupun mengikuti secara langsung kampanye para calon pemimpin-pemimpin kita. Pertanyaannya benarkah demikian setelah mereka nanti duduk di kursi legislatif? Hanya Allah yang tahu. Pangkal dari semua kiprah mereka itu bergantung dari niat mereka. Apakah niat mereka karena Allah dan Rasulnya atau hanya mencari kesenangan dunia belaka.

Pernah pada suatu hari Abu Dhar  r.a  mengajukan permohonan kepada Rasul SAW.,sbb:
Dari Abu Dhar r.a, berkata: “Saya berkata , wahai Rasul mengapa tidak engkau pekerjakan aku untuk diangkat menjadi pejabat?” Dia berkata “lalu beliau (Rasul saw) memukul dengan tangannya pada pundakku, kemudian beliau bersabda:”Wahai Abu Dhar, sesungguhnya engkau lemah, dan jabatan itu merupakan amanat, dan pada hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan. Ingatlah, barang siapa mengambilnya maka harus mencarinya dan menunaikan amanat: (HR Muslim, dan Ahmad bin hambal)

Sidang jum’at berbahagia,
Pernah suatu saat ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW ia bertanya kepada Rasulullah “kemana ia harus bertanya jika rasul telah tiada” Rasul menjawab bertanyalah kepada “Abu Bakar”, maksudnya adalah Abu Bakar Sidik r.a.

Ternyata, setelah Rasul meninggal para sahabat dan kaum muslim waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar r.a menjadi pemimpin (kholifah), berikut petikan pidato politiknya ketika ia baru ditetapkan sebagai kholifah:

“Wahai saudara2 . Saya telah dipilih menjadi pemimpin, padahal saya bukanlah orang terbaik di antara kalian. Kalau saya berbuat baik (benar), maka dukunglah dan bantulah saya. Kalau saya berbuat salah, maka luruskanlah saya. Kebenaran (kejujuran) adalah amanat (yag harus dilaksanakan ) dan kedustaan adalah pengkhianatan (yang harus dihindari). Orang lemah di antara kalian saya pandang sebagai orang kuat dan akan saya berikan haknya(yang belum di dapatnya) dan orang kuat di antara kalian saya pandang sebagai orang lemah dan akan saya ambil “hak” dari mereka (untuk diserahkan kepada yang sebenarnya berhak), Insya Allah. Jangan seorangpun di antara kita meninggalkan jihad (perjuangan) karena tidak ada kelompok yang meninggalkan jihad kecuali mereka akan tertimpa kehinaan dari Allah. Taatilah saya, selama saya taat kepada Allah dan Rasulnya. Kalau saya bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban taat kepada saya. Demikianlah, bergegaslah melakukan sholat semoga Allah senantiasa merahmati kalian”.
Hadist Abu Bakar Sidik r.a: (Al kamil fii taarih li ibn Al Atsir juz 2 hal :664)

***
Sidang jum’at yang berbahagia,
Kita tahu bahwa Abu Bakar mendapat gelar AshShidiq yang berarti “orang benar/jujur”. Tentu apa yang keluar dari lesan beliau banyak mengandung hikmah. Mari kita gali hikmah apa yang terkandung dari pidato beliau itu; bahwa seorang pemimpin paling tidak memiliki criteria sbb;

 

1. Tidak Memiliki Sifat Sombong.
 

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:
قَدْ وُلِّيْتُ عَلَيْكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُمْ

“Saya telah dipilih menjadi pemimpin, padahal saya bukanlah orang terbaik di antara kalian”.


Rasul bersabda;

الكِبْرُ بَطَرُالحَقِّ و غَمَطُ النَاسِ
“Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia" (HR. Muslim).

Sombong bisa menghilangkan keutamaan dan menghasilkan beberapa kerendahaan. Mengapa, karena pemilik kesombongan tidak mau menerima nasihat orang lain atau menerima pelajaran. Maka boleh dikata bahwa kesombongan itu menunjukkan ketololan bagi pemiliknya.
Tidak akan abadi kekuasaan yang disertai kesombongan.

 

2. Jujur 

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:

الصِّدْقُ أمَانَةُ وَالْكِذْبُ خِيَانَةٌ

“Kebenaran (kejujuran) adalah amanat (yang harus dilaksanakan ) dan kedustaan adalah pengkhianatan (yang harus dihindari).”

Allah sangat membenci dengan angggota legislatif atau pemimpin yang tidak jujur atau tidak mengemban amanat seperti yang terungkap dalam QS Ali Imran :77);


الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ 
وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya orang2 yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit , mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata dengan mereka dan tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”.

 

3. Program (visi) Mereka adalah Mengentaskan Kemiskinan
 

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:

الْضََّعِيْفُ فِيْكُمْ قَوِيٌ عِنْدِى حَتَّى آخُذُ لَهُ حَقَّهُ
وَالْقَوِىُّ ضَعِيْفٌ عِنْدِىْ حَتَّى آخُذَ مِنْهُ الْحَقَّ إنْ شَاالله تَعَلَى

“Orang lemah di antara kalian saya pandang sebagai orang kuat dan akan berikan haknya(yang belum di dapatnya) dan orang kuat di antara kalian saya pandang sebagai orang lemah dan akan saya ambil “hak” dari mereka (untuk diserahkan kepada yang sebenarnya berhak), Insya Allah”.

Ungkapan beliau ini tentu berkaitan dengan kisah berikut ketika ia masih bersama Rasulullah, yaitu ketika salah seorang sahabat bertanya:

Wahai Rasulullah, apa sajakah dosa-dosa besar itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah.” Ia bertanya “Kemudian apa?” “Sumpah palsu.” Saya bertanya, “Apakah sumpah palsu itu?” Beliau menjawab, “Yaitu seseorang yang merampas harta seorang Muslim, yakni dengan menggunakan sumpah yang mengandung kebohongan.” (HR Bukhori dan Tarmudzi)

Ada seorang sahabat bertanya, “Walaupun yang dirampasnya itu hanya sedikit ya Rasulullah?” Beliau menjawab,”Walaupun hanya sekecil batang kayu arak(kayu yang biasa dipakai untuk siwak/menyikat gigi)” (HR Muslim, Nasa’I dan Ibnu Majah

 

4. Mengajak Menjaga Keutuhan Negara.
 

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:

لايَدَعُ أَحَدٌ مِنْكُمْ الْجِهَادَ فَاِنَّهُ لا يَدَعُهُ إلاّ ضَرَبَ الله ُبِالذُّلِّ

Jangan seorangpun diantara kita meninggalkan jihad (perjuangan) karena tidak ada kelompok yang meninggalkan jihad kecuali mereka akan tertimpa kehinaan dari Allah.
Allah berfirman dalam QS Ash Shafft :10
“Hai orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasulnya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu”.

Sidang jum’at yang berbahagia,
Para ulama menafsirkan jihad itu tidak harus memanggul senjata untuk mengusir musuh, tetapi dengan memanfaat harta benda atau kemampuan lainpun kita sebut jihad. Tujuan utamnya adalah menegakkan kalimat Allah. Ini berdasarkan sabda Rasullah saw;
“Barang siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi mulia, maka dia itulah yang berjuang/berperang di jalan Allah”. (HR Bukhari)

 

5. Menganjurkan untuk  Patuh terhadap Pemerintah.

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:

أطِيْعُونِيْ مَاأطَعْتُ اللهَ وَرَسُولَهُ,فَإذَاعَصَيْتُ الله َوَرَسُولَهُ فَلاَ طاعَةَ لِي

“Taatilah saya, selama selama saya taat kepada Allah dan Rasulnya. Kalau saya bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban taat kepada saya”.

Kemungkinan inilah yang menjadi pegangan oleh para ulama bahwa taat kepada ulil Amri itu bersifat relative.

 

6. Menganjurkan untuk Melaksanakan Perintah Agama.

Teladan ini dapat kita petik dari pernyataan Abu Bakar yang mengatakan:

عَلَيْكُم قُومُوا إلَى صَلاَتِكُمْ رَحِكُمُ اللهِ
bergegaslah melakukan sholat semoga Allah senantiasa merahmati kalian”.
Mengapa beliau memrintahkan segera melakukan sholat. Karena ibadah sholat merupakan pembeda yang jelas antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman (orang kafir missal). Dan sholat mengandung aspek yang luar biasa dalam kehidupan; seperti, kesabaran, kedisiplinan, dlsb.

Sidang jum’at yang berbahagia,
Demikianlah pelajaran yang dapat kita ambil dari pidato pilitik Pemimpin Islam yang Allah telah menjamin dia untuk masuk syurga. Semoga bermanfaat bagi diri saya dan jamaah sekalian.


.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Daftar Pustaka:
1. AlQuran Karim
2. Solusi Problematika actual Hukum Islam, Keputusan Muktamar 

         Nahdlatul Ulama (1926-2004), Lajnah Ta’lif 
         wan Nasyr (LTN) NU, Jawa Timur,Surabaya,2007
3. Ahmad Al Adawiy,M,. 1996. Pedoman Juru Dakwah, 

         Pustaka Amani, Jakarta
_____________________________________
Telah disampaikan Penulis pada tanggal 3 April 2009 di Masjid Baitul Hidayah, Tjk Barat, Bandar Lampung


»»  LANJUT...

Senin, 31 Mei 2010

Selamatkan Bumi Pertiwi !

(Khutbah Jum'at di Salah Satu Masjid di Bandar Lampung; Menyambut Harkitnas)
Budi Wibowo

Tulisan ini saya susun pada tanggal 20 Mei 2010 bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional. Dahulu ketika saya masih kecil. Setiap tanggal 20 Mei terlihat di setiap rumah memasang bendera satu tiang, sekolah-sekolah mengadakan upacara, radio-radio mendengungkan lagu-lagu kebangsaan mengingatkan kembali semangat heroic (kepahlawan) para pahlawan pendiri Republik ini. Tetapi sekarang simbol-simbol semacam ini sudah tidak terlihat dan terdengar lagi . Ini menunjukkan bahwa semangat kebangsaan pada generasi sekarang ini telah pudar.  Fakta semacam ini menunjukkan bahwa para pemimpin negeri ini kurang serius memikirkan tentang pentingnya pembentukkan kepribadian bangsa (building character ) Padahal orang bijak berkata: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”
*** 
Telah banyak manusia yang terlena dalam kehidupan dunia ini, mereka lupa bahwa setelah kehidupan dunia ini ada kehidupan berikutnya. Sebagai umat Islam kita wajib mengimani pernyataan ini karena tertulis dalam Al Qur’an: 
الذين يؤمنون بالغيب


“ orang-orang yang mempercayai (beriman) kepada yang gho’ib” (Al Baqoroh :2 : 3)
Yang gho’ib (yang tidak terlihat) itu di antaranya adalah kehidupan akhirat, yakni kehidupan setelah kehidupn di dunia ini.
 

Kita termasuk orang yang beruntung karena setiap hari Jum’at masih memiliki kesadaran untuk menunaikan sholat Jum’at yang didahului dengan pembacaan qotbah yang berisi peringatan-peringatan agar kita tidak melakukan pelanggaran garis-garis yang telah ditentukan oleh agama kita.
 

Mungkin bagi mereka yang senang berdzikir dalam artian ingat, sebut dan mempelajari firman Allah baik secara chouliah maupun kauniah keheran-heranan dan bertanya mengapa di negeri ini banyak terjadi distorsi padahal negeri ini adalah negeri muslim yang terbesar di dunia ini. Terlihat terutama pasca reformasi +- sejak sepuluh tahun yang lalu.. Sebenarnya jawabannya sederhana yakni karena banyak rakyatnya terutama para pemimpinnya yang mendustai nilai-nilai agama yang kita anut.   Padahal negeri ini didirikan olah para pendiri bangsa ini dengan pengorbanan yang tidak ternilai harganya baik moril maupun materiil. Negeri ini dibangun dengan menumpahkan darah para pejuang, dengan mengorbankan jiwa dan raga, bukan sekedar pemberian atau hadiah yang hanya merendahkan martabat bangsa . Bukan !!.
 

Musti kita ingat bahwa waktu itu tidak sedikit pahlawan gugur mebela tanah air, banyak isteri kehilangan suami, banyak ibu kehilangan anak, banyak anak kehilangan bapak, tangis pilu sedih meronai bangsa ini. Setiap tetesan darah menjadi saksi, setiap tetesan airmata menjadi saksi bahwa kita tidak mau lagi menjadi bangsa yang teraniaya , ditindas dan dirampas hak-haknya.  Pekik Allahu Akbar, Allahu Akbar mengumandang di seantero Nusantara dari Sabang sampai Mearuke, mebakar semangat. Banyak pemuda Aceh, Makasar, Ambon dan dari luar Jawa lainnya yang gugur di medan pertempuran di Surabaya dan bahkan demi tegakknya RI banyak pejuang yang tenggelam di Laut Aru Ambon.
 

Semboyan mereka hanya dua kata “Merdeka atau Mati”. Demikian dogma atau harga mati yang merasuk dalam setiap sel dalam tubuh bangsa ini tanpa membedakan ras, budaya dan agama, waktu itu.
 

Setelah Allah SWT memberikan kemerdekaan pada bangsa ini, para pendiri bangsa ini dengan hati-hati meletakkan dasar negara ini dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, yang sebenarnya diambil dari nilai-nilai Agama Islam yang kita anut.
 

1. Islam menebarkan kasih sayang terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan demi membina kelestarian dan kedamaian peri kehidupan di alam ini seperti telah termaktub dalam pembukaan UUD 45 dan sebagaimana Allah berfirman

وَماَ أرْسَلناك إلا رحمة للعالمين

“Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali untuk (menaburkan) kasih sayang bagi seluruh alam.” (Al Ambiya : 21; 107).
 

2. Para pendiri negeri ini meletakkan asas monotheisme bukan atheisme maupun multitheisme. Artinya bahwa negara mengembangkan dakwah pemahaman satu tuhan yakni Tuhan Yang Maha Esa, bukan paham atheisme yang pernah hendak berkembang di negeri ini yang telah berhasil kita tumpas atau multitheisme yang menganut paham tuhan lebih dari satu.
Asas monotheisme ini sebagaimana termaktub dalam sila pertama dari Panca Sila, selaras dengan firman Allah SWT;

قل هو الله أحد
”Katakanlah (hai Muhammad) : ”Tuhan itu satu” (Al Ikhlas :112 :1)
***
Setiap bangsa memiliki sejarah yang berbeda dalam perkembangannya, perkembangan itu megikuti ukuran demensi ruang dan waktu. Bangsa ini tidak sama dengan Negara Arab meskipun kita sama-sama menganut agama Islam, dari segi aqidah atau keyakinan adalah sama, namun dalam segi pengembangan humanis kita temukan banyak perbedaan bahkan terbentuknya negara Arab sekarang dengan sejarah berdirinya RI tidak sama. Daerah Timur tengah yang negerinya panas terdiri dari padang pasir membentuk perilaku yang keras bahkan sebelum Muhammad SAW mendirikan negara Madinah hampir tidak pernah henti-hentinya terjadi peperangan antar suku atau kabilah (Pulungan), sampai sekarang perbedaan perbedaan itu sering menimbulkan ketegangan. Pertanyaannya apakah budaya timur tengah yang demikian ini patut kita kembangkan di negeri ini ?
 

Inilah sebenarnya yang harus kita waspadai bersama. Ada pihak-pihak yang hendak mengimpor budaya tersebut dengan menggunakan ayat-ayat tertentu dalam Al Qur’an. Padahal banyak ayat-ayat dan hadis Nabi SAW yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi yang ada di negeri kita ini. Nabi SAW sendiri mencontohkan bahwa ketika beliau mendirikan Negara Madinah negeri tersebut berdasarkan ”Piagam Madinah” yang terdiri 47 pasal (Pulungan), bukan menyebutkan sebagai negara Islam meskipun dalam peri kehidupan yang dikembangkan adalah nilai-nilai keislaman yang dibawa Nabi SAW.
 

Maka menjadi aneh jika ada pihak-pihak yang ngotot (bersikeras) hendak mengganti dasar negara ini dengan dasar Negara Islam, pertanyaannya bagaimana dengan saudara-saudara kita yang berada di Indonesia Timur, tentu mereka juga akan merasa tidak bersalah jika ingin mengembangkan menurut ideologi mereka. Dengan pikiran sehat seharusnya yang ngotot (bersikeras) merubah dasar negara ini adalah mereka yang berideologi multitheisme.
 

Kita tidak bisa membayangkan bumi pertiwi ini menangis tercabik-cabik jika masing-masing komponen bangsa ini saling berkeras untuk meninggalkan dasar negara yang telah dipikirkan masak-masak oleh para founding father /pendahulu kita., bila terjadi demikian, menjadi sia-sia pengorbanan para pahlawan pendiri bangsa ini.  Memang negeri ini sekarang sedang dilanda krisis kepercayaan dan mulai memudarnya seamangat kebangsaan, namun tidak serta merta apa yang telah dipikirkan oleh founding father tersebut salah dan harus diganti.
***
Melihat kondisi yang terjadi sekarang ini budaya dusta yang telah mengakar atau telah terjadi secara sistemik merupkan kebutuhan mendesak yang harus kita hancurkan bahkan harus kita cabut dari bumi pertiwi ini. Inilah pekerjaan rumah yang harus segera kita laksanakan. Bagaimana caranya? Karena yang kita hadapi adalah saudara kita sendiri yang mayoritas muslim maka bila kita ibaratkan bangsa ini adalah badan maka bila yang sakit tangan tidak perlu memotong tangan apalagi jika yang sakit kepala tidak harus memotong kepala ironis. Artinya bagaimana berjuang mengobati bangsa ini dengan menghindarkan cara-cara kekerasan (radikalisasi), tentu harus berpedoman pada nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai agama yang kita anut.
Setiap agama di samping keyakinan pasti ada sisi humanisnya. Pada ruang inilah setiap komponen bangsa ini dapat bertemu untuk memikirkan bagaimana menyelamatkan negeri ini dari rong-rongan syetan yang menjelma pada diri sebagian anak bangsa ini, sebagai muslim kita harus dapat mengembangkan agama kita dari sisi humanisnya (hablum minannas) dengan tanpa mengorbankan keyakinan (Hasyim Musadi). Ada beberapa rambu dalam agama kita yang perlu kita cermati ;
 

1. Agama Mengajarkan Larangan Membunuh Sesama Muslim.
 

a. Firman Allah dalam QS An Nisa :4 :93
وَمَنْ َيْقَتلُ مُؤمِنًا ُمَتَعِمدًا فَجَزَاُؤهُ َجَهَّنمَ خَاِلدًا فِيهَا وَغَضَبَ اللهُ عَلَيهِ وَلَعَنَهُ وَأعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.“ (An Nisa :4:93)
 

b. Hadist Nabi SAW
لَزَوَالُ الدُّنْيا أَهْوَنَُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍِ مُسْلِمٍ
Sungguh lenyapnya dunia itu bagi Allah lebih ringan dari dibunuhnya seorang muslim (HR An-Nasai:3998)
 

2. Agama Melarang Membunuh Makhluk Allah tanpa Seizin-Nya.
َولاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَمَ اللهُ إلاَّ بِالحَقِ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.“ (Al- Isra :33)
Ayat ini mengharamkan membunuh makhluk secara umum, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syariat, misal : karena perang atau memang yang bersangkutan bertugas sebagai eksekutor terhadap orang yang divonis hukuman mati oleh pengadilan. Bahkan Rasul melarang membunuh kafir Mu’ahad , yaitu orang kafir yang menjadi perwakilan di negara Muslim dan orang asing yang masuk negara muslim dengan menggunakan visa, termasuk dalam hitungan kafir Mua’had adalah kafir dzimi ( yang hidup damai di negeri muslim). Sebagaimana Nabi bersabda;

مَْن قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ وَ إنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أرْبَعِيْنَ عَاماً
“Barang siapa membunuh (kafir) mu’ahad dia tidak akan mendapat baunya syurga, padahal baunya bisa di dapat (tercium) dari jarak perjalanan 40 tahun “ (HR Al Bukhori:3166).

3. Agama Melarang Membunuh Orang Munafik yang Hidup Bersama Kita
 

Peristiwa memilukan pernah terjadi pada Nabi SAW, bahwa seorang tokoh munafik yang bernama Abdullah bin Ubay menyebarkan fitnah terhadap keluarga Nabi SAW. Mendengar kondisi seperti ini anak Abdullah bin Ubay sendiri memohon kepada Nabi SAW untuk membunuh ayahnya , beliau melarang, apa kata Rasulullah;

“Bahkan kita akan bertindak lemah lembut dan berlaku baik kepadanya selama dia masih tinggal bersama kita.”
 

Alasan pelarangan Nabi SAW ini diungkapkan kepada Umar r.a;
كَيْفَ يَاعُمَرَ إذاَ تَحَدَّثَ النَّاسُ أنَّ مُحَمَّداً يَقْتُلُ أصْحَابَهُ ؟
”Bagaimana wahai Umar, jika orang-orang berbicara bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya (sendiri)?
Demikian rambu-rambu yang disampaikan oleh Allah SWT dan Nabi-Nya SWT

***
Jihad ialah perjuangan sungguh-sungguh dalam menegakkan agama Allah demi mencapai keridhaanNya, baik dalam bentuk perjuangan phisik maupun perjuangan mental spiritual. Belum disebut jihad sebenarnya jika tidak diniatkan karena Allah SWT dan dimasudkan untuk menegakkan kalimatullah, mengangkat bendera kebenaran dan menghalau kebatilan dengan segala daya upaya untuk mendapat ridho Allah. (Syabikh).
Salah satu bentuk jihad adalah memerangi kemunafikan. Pada kondisi sekarang ini yang harus kita perangi adalah beribu-ribu munafik yang berada di sekitar kita khusunya dan negeri kita umumnya, karena. mereka itulah sebenarnya penyebab terjadinya krisis kepercayaan dan merosotnya kepribadian bangsa saat ini. Namun Rasul melarang menggunakan cara kekerasan (radikal) memerangi mereka karena cara-cara seperti ini justru akan melemahkan persatuan khususnya sesama mukmin yang hanya akan membuat tepuk tangan kaum kafirin. Jangan-jangan timbulnya gerakan-gerakan radikalisme ini justru sebagai konspirasi kaum kafir untuk menjatuhkan umat Islam atau bahkan untuk mengobrak-abrik NKRI. Tidak salah kiranya apabila kita waspada terhadap gerakan demikian.


Untuk menghindari krisis yang melanda negeri ini, saya mengajak jamaah sekalian:
1. Pilih pemimpin yang benar-benar bersih.
2. Ajari anak-anak kita nilai-nilai kebangsaan dengan memasukkan nilai-nilai agama kepada mereka.

3. Setiap hadirin sekalian harus mampu memberi keteladanan tentang kebenaran dan manjauhkan dari sifat kemunafikan.
طَلَبُ الحَلاَلِ جِهَادٌ
“Mencari yang halal itu jihad. (HR Abu Nu’aim)
Makanlah dari rezeki yang halal, berikanlah keluarga anak isteri rezeki yang halal.
4. Bagi orang tua yang memiliki anak remaja, awasi mereka jangan sampai termakan agitasi yang mengatasnamakan agama, untuk melakukan tindakan radikal yang bertujuan mengganti dasar NKRI.
Demikian uraian yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat bagi diri saya dan jamaah sekalian. Amin.

Daftat Pustaka:
- Al-Qur’an Karim.
- NU on Line. 2010. Hasyim Luruskan Konsep Pluralisme. www.nu.or.id
- Ramadhan Al-Buthy, M,S. 1977. Fiqhus Sirah: Dirasat Manhajiah ‘Ilmiyah li Siratil-
Musthafa ‘alaihish-Shalatu was-Salam. (Terjamah). Robbani Press. Jakarta. Hal.
       300-301.
- Sabiq, S. 1987. Fiqhhussunnah. Terjamah. Jilid 11. PT Alma’arif. Bandung
        Indonesia. Hal.83.
- UUD 1945. Bahan Penataran 1996/1997. Hal 1.
- Pulungan, J, Suyuthi.  1994.  Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan

        AlQur'an.  Raja Wali Pers. Jakarta.
- Zubaidi,M.  2008.  Al Islamu wal Irhaabiyah. Ta'awun Publiser. Bogor. hal 3-6.

____________________________________
Materi khotbah Jum’at 21 Mei 2010;
Masjid Baitul Hidayah; Tjk. Barat, Bandar Lampung
»»  LANJUT...

Khotbah Idul Adha : MARI KITA WASPADA TERHADAP BUJUKAN SYETAN

Oleh Budi Wibowo
(Disampaikan penulis pada Khotbah Idul Adha 1428 H: 2007M)



Allahu akbar (9x) walillahilhamd

الحمد لله نستعنه و نستغفره ونعذ بالله من شرور انفسنا

من يهدالله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادئ له

اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ الاَّ اللهُ

وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ


اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى محمّد عَبْدِكَ وَ رَسُولِكَ وَعَلَى آَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ: أَمَّابَعْدُ

فَيَا اَيُّهَ الْحَاضِرُوْنَ : اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَلَ اللهُ تَعَلئَ فِئ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ : اَعُذُ بِا اللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرّمان الرّحمين

فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الغالِبُوْنَ


وقال الله ايضا

أَلآ إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطانِ هُمُ الْخََاسِرُونَ


صَدَّ الله الْعَظِيمََ وَصَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِيم





(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah,

Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah swt, yang telah melimpahkan taufik rahmat dan hidayahnya, sehingga kita dapat berkumpul pada pagi hari ini dalam rangka memenuhi panggilan beliau dalam rangka meyambut peringatan kemenangan umat manusia dalam kancah pertarungan melawan godaan syeitan demi taat kepada Robnya. Yakni seperti yang telah dicontohkan Nabi kita Ibrahim as dan puteranya Ismail as.

Salam dan sholawat mari kita sanjungkan kepada junjungan kita nabi besar yang mulia Muhammad saw.
Sebagai kotib saya berwasiat kepada diri saya dan mengajak jamaah sekalian mari kita selalu tingkatkan ketaqwaan kita baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.


Judul Kutbah yang akan saya bawakan pada kesempatan ini adalah

Mari Kita Waspada terhadap Bujukan Syaitan


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah

Ketika Allah hendak menciptakan manusia Allah memberitahu kepada malaikat, kemudian Malaikat mengajukan pertanyaan “Apakah Allah akan menciptakan manusia yang akan membuat kerusakan di muka bumi”?
Menanggapi pertanyaan malaikat tersebut Allah menjawab “Aku lebih mengetahui daripada kamu",

Kemudian Allah memberikan kemampuan kepada manusia bahwa hanya manusialah yang memiliki potensi untuk memberdayakan langit , bumi dan seisinya untuk keperluan hidupnya. Makluk lain tidak.
Oleh karena itu Allah memerintahkan malaikat dan jin untuk bersujud kepada manusia, maka bersujudlah para malaikat kecuali Iblis (yakni golongan jin yang berkhianat)
Pada kurun berikutnya terjadilah pergumulan hebat antara manusia dan syetan. Tentu di antara mereka ada yang menang dan ada yang kalah.
Pergumulan itu terwariskan kepada anak keturunan masing-masing hingga sekarang.
Kita sebagai keturunan Adam memang memiliki musuh yang permanen yaitu Iblis dan anak keturunannya alias syetan.

Di manapun dan kapanpun kita berada syetan selalu mengintai kita. mencari kesempatan yang tepat, untuk menggoda kita. Oleh karena itu tidak perlu heran jika di tengah-tengah jamaah ini banyak mata-mata syetan yang mengintai. Kalau kita ingin tahu maka tengoklah ke dalam diri kita masing-masing, dengan menggunakan alat keimanan dan ketaqwaan, kita akan menemukan keberadaan syetan tersebut, yaitu dengan ditandai adanya bisikan-bisikan yang mengajak kepada diri kita untuk melakukan pengingkaran terhadap perintah-perintah Allah dan tanda-tanda kebesaranNya.

Sikap malas beribadah, sombong, dengki, boros, malas bekerja, merasa berat membayar hutang, merasa berat menunaikan zakat atau berkorban di bulan haji dan menunda-nunda pergi haji dsb. merupakan sebagian contoh dari tanda-tanda hasil kerja syaitan.

Selanjutnya keturunan Adam yang kalah dalam pergumulan itu akan menjadi tawanan syetan, sebaliknya mereka yang terus melawan syetan sampai titik darah penghabisan akan menjadi kebanggaan Allah SWT.

Bagi manusia yang telah menjadi tawanan syetan mereka akan menjalani hidup sesuai dengan perintah syetan, seperti halnya seorang tawanan dalam peperangan, mereka akan menjadi bulan-bulanan si penawan. Inilah jalan kehidupan yang tidak enak, sempit susah, penuh kepalsuan, tegang dan stress berkepanjangan, penuh lamunan kosong, putus asa, tidak tentu arah dan tujuan. Hidup ini seakan tidak bermakna.
Mereka itulah pengikut syetan sebagaimana Allah berfirman dalam QS Al-Mujadillah: 19:

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنساهُمْ ذِكْرَ اللهِۚ أَلآ إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطانِِ هُمُ الخَاسِرُو
نَ

“Syetan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan syaiton (syetan) itu golongan yang merugi”.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah,

Pada hari Arafah tanggal 9 Zulhijah, ketika saudara2 kita sedang wukuf di Arafah dalam rangka menunaikan sebagian rukun haji. Allah menyampaikan kebanggaanNya di hadapan para malaikat, sebagai sanggahan dari pernyataan malaikat ketika Allah akan menciptakan manusia. Dalam bahasa kita “ Lihatlah hamba2ku, mereka datang dari berbagai penjuru dunia dengan muka letih kusut penuh debu mereka datang sambil membawa hewan kurban (berkumpul di arafah, mereka bersusah payah meninggalkan negerinya, mereka tinggalkan harta, anak, istri para kerabat yang mereka cintai. Mereka tinggalkan pakaian kebesaran dunia yang berupa status, pangkat, kedudukan yang sering di sandangnya.) mereka mengharapkan rahmatKu dan tidak peduli akan adzab siksaKu (Mereka berkumpul, yang nampak hanyalah pakaian ketaqwaan mereka). (Sabda rasulullah dari Jabir Ra)

Mari kita berdo’a semoga saudara2 kita itu kelak menjadi haji yang mabrur setelah kembali ke tanah air. Amiin.

وليس للحِجّة المبرورةِ ثوابٌ الاّ الجنّة


"Tidak ada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga"(HR Nasaa’i ).

Orang yang pergi haji akan dibalas dengan surga sebagai imbalannya bila ibadah itu dilaksanakan dengan iklas atau murni hanya untuk mencari keridhaan Allah tanpa ada embel-embel lain dalam niatnya.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,

Jamaah Id Rahimakumullah,

Dalam pergumulan hebat inilah hamba-hamba Allah yang tidak mau tunduk dengan syetan pasti akan mendapat kemenangan, sebagaimana firman Allah dalam Qs Al-Maidah:56:


فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الغالِبُوْنَ


Maka sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti menang.

Mereka akan mendapatkan dua kemenangan yaitu ketika hidup di dunia dan nanti setelah mereka berada di yaumul akhir yakni mereka akan berada di sisi Allah .
Semoga kita sekarang yang duduk bersimpuh di hadapan Allah ini termasuk di dalamnya. Amiin.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id yang berbahagia,

Setiap saat Allah menyeru kepada kita agar mengikuti jalan-Nya,. Seruan ini gemanya menembus dimensi ruang dan waktu.
Seharusnya setiap seruan Allah itu kita sambut dengan jawaban
“Labaik Allahumma labaik, Labaika laa syarikalak”
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”.

Setiap saat Allah menyeru agar manusia mengorbankan waktunya sejenak untuk berdo’a kepada-Nya atau Sholat.
Mari kita merenung sejenak,
Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan bumi ini bulat kemudian bumi tersebut berputar pada porosnya, maka dengan keadaan tersebut terjadilah perbedaan waktu. Adanya perbedaan waktu ini secara akal sehat menunjukkan bahwa seruan sholat itu akan terus berkumandang setiap saat dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Jika dikaji sebenarnya tak ada waktu sedetikpun yang kosong tanpa seruan sholat. .

Ada sebuah cerita dan ini merupakan kenyataan;
Ada orang yang dianggap oleh masyarakat sebagai seorang yang alim, ada rumor yang mengatakan bahwa bila hari Jum’at si Alim tidak sholat di masjid tempat masyarakat tersebut berada tetapi ia sholat di Mekah yakni di Masjidil haram. Benarkah demikian?

Mari kita buktikan.
Selisih waktu antara Mekah dan Indonesia adalah kurang lebih 4 Jam, ketika waktu Dzuhur telah tiba di Indonesia, maka di Mekah masih pagi. Bila dalam waktu yang sama Si Alim tersebut berada di Mekah tidak mungkin ia melaksanakan sholat Jum’at. Bila si Alim mengatakan demikian kepada para pengikutnya itu adalah bohong besar, itulah sebenarnya salah satu tipu daya syetan.
Audzu billahimin dzalik.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id yang berbahgia

Bila kita bercermin. Kita lihat badan kita yang semakin menua. uban mulai nampak, gigi mulai tanggal. Dahulu kita sebagai pemuda yang gagah kini tidak seperti dulu itulah sebuah seruan dari Allah yang mana dengan keadaan itu Allah menyeru kemana hidup akan kau tuju? Bukankah esok kamu akan mati?

Demikian pula bagi para pemuda dan pemudi yang kini masih gagah dan cantikknya. Jangan tertipu dengan bujukan syetan siapa tahu besuk kalian akan dipanggil menghadap Allah terlebih dulu. Oleh karena itu ingatlah wahai para pemuda persiapkan hidupmu untuk akhiratmu.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,

Jamaah Id Rahimakumullah

Sesekali kita kehilangan orang yang kita cintai, anak, istri, suami, orang tua, tetangga. Mereka lebih dulu dipanggil menghadap yang Maha Kuasa. Kejadian itu merupakan gema panggilah Allah SWT kepada manusia agar kita mengikuti jalanNya

Kemudian, dalam setiap saat sebenarnya Allah menyeru berkorbanlah dan dirikanlah sholat, sebagaimana tertulis dala QS Al Kautsar 2-3:.

إنَّآ أَعْطَيْناكَ الكَوْثَرَ ۝ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرَ


Seakan Allah berfirman “Rasakanlah sembelit sakitnya rasa lapar saudaramu si fakir Rasakanlah betapa mereka sulit mengatur belanja rumah tangga. Kalau engkau mau mengikuti jalanku maka berkorbanlah. Potonglah hewan ternak untuk dibagikan kepada saudaramu. Hiburlah mereka sejenak dengan makan makanan yang bergizi.” Bukan hanya dalam bentuk memotong hewan saja berkorbanlah untuk hal-hal yang lain demi kemaslahatan di jalan Allah.

Lihatlah Negeri Madinah yang waktu itu di bawah pimpinan Rasulullah, begitu besar semangat berkorban penduduknya. Hingga sekarang orang memimpikan agar terbentuk masyarakat yang demikian yang sekarang terkenal dengan sebutan masyarakan Madani. Alangkah indahnya bila kampung ini terbentuk masyarakat yang demikian dan alangkah indahnya negeri ini bila penduduknya tergambar sebagai masyarakat Madani.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,

Jamaah Id Rahimakumullah

Hari ini adalah hari perayaan kemenangan bagi seorang hamba Allah yang menang dalam pergumuluan hebat melawan syaitan, yang awalnya dicontohkan oleh nabi Ibrahim dan putranya Ismail yang hidup ribuan tahun yang lalu. Sehingga ia patut mendapat gelar kekasih Allah. Ia seorang hamba yang berpikir dan sadar bahwa di bumi ini ada penguasa tunggal yang tidak mungkin terkalahkan dan tempat berlindung yaitu Allah. Maka ketika Ibrahim diperintahkan untuk berkorban dengan hartanya yang paling dicintai yaitu Ismail, ia serahkan.

Ketika Ibrahim sedang melakukan prosesi penyembelihan putranya, malaikat begitu kagum melihat hamba Allah tersebut, mereka langsung tersungkur sujud kepada Allah SWT sambil mengucap takbir.
Allahu akbar, Allahu akbar Allahuakbar Walillahilhamd. Kemudian secepat kilat Allah menyelamatkan Ismail dan digantilah dengan seekor domba yang gemuk

Peristiwa ini merupakan bukti bahwa Ibrahim adalah hamba Allah yang tunduk dan patuh kepada-Nya..
Inilah isyarat yang ditujukan kepada Malikat bahwa Allah bangga dengan ciptaan-Nya yang bernama manusia, sebagai bukti bahwa tidak selamanya benar apa yang diungkapkan Malaikat ketika dialog awal dalam penciptaan manusia.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,

Jamaah Id Rahimakumullah

Bukti sejarah kisah Ibrahim ini sampai sekarang masih ada, padahal peristiwa itu, telah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Kita ketahui di tanah jazirah Arab. Di situ ada sebuah bangunan kubus itulah ka’bah. Itulah bangunan yang dibangun oleh Ibrahim dan anaknya Ismail. sekarang menjadi tempat pathokan seorang hamba Allah untuk mengarahkan wajahnya ketika melakukan sholat.

Dalam prosesi ibadah haji ada rangkaian kegiatan yang disebut thowaf. Artinya mengelilingi Ka’bah. Gerakan mengelilingi ini berlawanan dengan putaram jarum jam. Mengapa berputar ke kiri bukan ke kanan? Ada pelajaran yang menarik bahwa bila kita memutarkan sebuah sekrup ke bumi maka putaran ke kanan akan menggerakan skrup tersebut ke arah bumi, namun bila kita putar ke kiri maka sekrup akan bergerak menjauhi bumi.

Ini bermakna bahwa dalam gerak hidup kita haruslah kita beroriantasi ke atas artinya kepada kepada Allah SWT yang maha tinggi. Selain itu melambangkan pelepasan diri dari belenggu syetan yang selalu mengajak hidup berorientasi keduniaan.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id yang berbahagia,

Kemudian di dekat Ka’bah ada dua bukit yang berjarak +- 400 meter itulah bukit Shofa dan Marwah. Di antara dua bukit ini dulu pernah Ibrahim diperintahkan untuk meninggalkan Istrinya yang bernama Siti Hajar dan anaknya Ismail yang masih kecil. Siti Hajar adalah seorang ibu yang sholeh maka ketika ia hendak ditinggalkan oleh Ibrahim di situ ia bertanya kepada sang suami. “Apakah ini kehendak Allah ? Jika ini adalah kehendak Allah maka kerjakanlah”. Inilah sebuah pertanyaan sekaligus jawaban bagi seorang Ibu yang sholeh. Tidak ada kata putus asa yang ada dalam dirinya hanyalah keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan kehidupan meskipun ia berada di tengah bukit tandus yang tidak ada air dan tumbuh-tumbuhan.
Ini merupakan pelajaran bagi kaum ibu dalam hidup berumah tangga, maka jadilah Siti Hajar-Siti Hajar berikutnya.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id yang berbahagia

Dalam prosesi ibadah Haji ada prosesi lari-lari kecil dari bukit Shofa ke Marwa yang dulu telah dicontohkan oleh Siti Hajar ketika ia ditinggal suaminya ia lari di antara kedua bukit tersebut. Prosesi ini menggambarkan bahwa dalam mengarungi hidup kita harus berusaha sekuat tenaga mengeluarkan keringat untuk mencari rezeki. diikuti keyakinan bahwa Allah pasti akan menunjukkan jalan keluarnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS Thalaaq : 2-3:

وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ , مَخْرَجًا * وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
ۚ

Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangkanya.

(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id yang berbahagia

Dalam ibadah haji ada prosesi yang disebut dengan wukuf yang artinya berkumpul di Padang Arofa. Inilah puncak ibadah haji, prosesi ini menggambarkan bahwa kelak manusia akan di kumpulkan di padang Mahsyar untuk menunggu pengadilan dari Allah sebagai hasil perbuatannya di dunia. Tempat itu disebut Arofa yang artinya “mengenal”. Yang ia kenal adalah jati diri kita benarkah kita sebagai hamba Allah yang patuh atau sebagi hamba Allah yang ingkar.

Oleh karena itu dalam prosesi ini akan terlihat siapa dia sebagai Hizbullah dan siapa dia sebagai Hizbu Syaiton. Hizbullah di tandai dengan kekhusu’an dalam melaksanakan ibadah ini, sedang Hizbu Syaiton akan ditandai oleh mereka yang selalu mondar-mandir ke sana kemari tidak mengerti apa arti wukuf.

Selanjutanya setelah wukuf di Arofah ada prosesi bermalam di Musdolifah, kemudian pada pagi harinya harus sudah berada di Mina. Inilah ibadah yang memiliki faktor stress yang tinggi karena pada saat itu jamaah haji harus berbondong-bondong ke dua tempat tersebut. Ketegangan terjadi karena ada perasaan was-was bagaimana bila terlambat, bagaimana kalau kendaraan pengangkut ke Musdholifah terlambat dan bagaimana-bagaimana-bagaimana.

Ini menggambarkan bahwa kita kelak akan melalui seleksi yang berat dalam yaumul hisab, diibaratkan dengan kita bagaikan menyebarangi jembatan shirotol mustaqim. Jadi Musdoholifah menggambarkan sebagai jembatan shorotol mustaqim.

Selanjutnya dalam prosesi ibadah haji ada kegiatan melempar jumrah. (melampar syetan). Melempar jumrah menggambarkan bagi kita bahwa kita harus melawan iblis-iblis beserta anasirnya dalam mengarungi hidup ini.

(Allahu akbar ) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id Rahimakumullah

Ada prosesi sunnah yang sangat penting dalam memaknai kegiatan ibadah haji, yaitu ketika jemaah berada di Madinah Al Munawaroh. Ketika jemaah berada di situ disunnahkan untuk sholat Arbain. Artinya sholat 40 kali secara berjamaah di masjid Nabawi. Yaitu kita disunahkan untuk sholat wajib terus menerus di Masjid Nabi ini selama 8 hari, bila 1 hari 5 waktu maka 40 kali akan memakan waktu 8 hari.
Ada pelajaran penting bagi jemaah haji bahwa setelah pulang di tanah air kebiasaan sholat di masjid harus merupakan kebiasaan. Pelajaran ini sebenarnya bukan saja bagi mereka yang telah haji tetapi bagi umat Islam khususnya kaum laki-laki. Inilah sebagian cara memaknai ritual ibadah haji.

Sekarang bagaiman dengan saudara-saudara kita yang tidak mendapat kesempatan pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah Haji? Allah Maha Adil Ia menetapkan bahwa menunaikan sholat jum’at di masjid di hari jum’at adalah sebagai ibadah hajinya kaum fakir. Sebagimana nabi bersabda.” Sesungguhnya hari jum’at itu adalah hari yang mulia ia merupakan hajinya kaum fakir”.انّ يومَ الجمعةِ سيّدُ الايامِ وحِجُّ الفقراء

Seperti yang sering kita dengar dari bilal setiap hari jum’at ketika akan memasuki rangkaian ibadah sholat jum’at.


(Allahu akbar)3 x walillahil hamd,

Jamaah Id Rahimakumullah

Mari kita menengok ke dalam diri apakah kita condong menjadi pengikut Allah atau lebih condong sebagi pengikut Syaiton(syetan)?
Mumpung kita masih hidup yang sebentar lagi kita akan mati, janganlah kita sia-siakan hidup ini. Mari kita siapkan hidup ini untuk bekal di akherat nanti..

.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ

وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ

وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ


KUTBAH KE II

(Allahu akbar) 7x walillahil hamd,


الحَمْدُ لِلَّهِ الّّذِى أمَرَنَا بِالإتِّخَادِ وَلإعْتِصَامِ

بِحَبْلِ اللهِ ألمَتيْنِ

أ شْهَدُ انْ لآإلٰهَ ألاّ ألله واشْهَدُ انَّ مُحَمّداً عَبْدُهُ ورَسُولُهُ

اللهمَّ صَلِّ وسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَ عَلَى آلِهِ و اصْحَبِهِ أجْمَعِيْنَ

أمَا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَاللهِ آتّقُو الله مَا اسْتَطَعْتُمْ وَ سَا رِعُ إلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ العَالَمِيْنَ : واَعْلَمُوا انّ الله سُبْحٰهُ وَتَعالَى أمَرَكُمْ بِامْرٍ بَدَأَ فِيْهِ

بِنَفْسِهِ و ثَنََّى بِمَلآ ءِكَتِهِ المُسَبِِّحَةِ بِقُدْسسِهِ, فَقَالَ تَعَالَى فِى القُرْآنِ العَاظيْمِ :

إِن َّ اللهَ وَمَلَٰٓئِكتَهُ , يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ ۚ يَٰٓأ يُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا

أللهمّ صَلِّ وسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدٍ المُرْسَلِيْنَ , وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَقَرَبَتِهِ وَأزْواَجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ اجْمَعِيْنَ. وارْضَاللهُمَّ عَلَى

اَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَّاسِدِيْنَ

سَيِّدِنَا اَبِى بَكْرٍ و عُمَرَ و َ عُشْمَانَ و عَلِىِّ, و عَلَى بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ والّتَابِعِيْنَ

وتَابِعِ التَّابِعِيْنَ, وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ إلى يَوْمِ الدِّينَ, و عَلَيْنَا يَا اَرْحَمَ رَاحِمِيْنَ

اللهُمَّ أصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةِ المُسْلِمِيْنَ و اىصُرِ الإسْلَامَ و المُسْلِمِيْنَ

وأهْلِكِ الكَفَرَةَ و المُسْرِكِيْنَ, وَاعْلِِ كَلِمَتَكَ إلَى يَوْمِدِيْنَ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ و المُؤْمِنِيْنَ والمؤمِنَاتِ , الاحيَاءِ مِنْهُمْ وَلاَمْوَاتِ, إنَّكَ سَامِعٌ مُجِبُ ادّعءوَاتِ يَا قَاضِىَ

الحَاجَاتِ

Ya Allah, pagi ini kami hambaMu anak dari hambamu,
Bersimpuh di hadapanMU,
Teringat dosa-dosa yang telah lalu,

Yaa Rob,
Setiap hari kami merasa cemas dan takut,
Akan akibat perbuatan kami dulu,
Apakah Engkau telah mengampunio kami Ya Rob;

Rob,
Ampunilah kami,
Seandainya Engkau tidak mengampuni kami, niscaya kami tergolong orang yang merugi.

Ya Rob,
Kami sadar bahwa hari-hari kemarin hambaMu banyak tidak menghiraukan seruaMU,
Tiba-tiba Engkau sentakkan seruanMU itu dengan cara Engkau ambil nyawa ayah kami,
Kemudian Ibu kami, kemudian salah satu dari saudara kami, suami dan isteri kami,
Dan yang lebih keras seruanMU Engkau telah mengambil anak kami.

Ya Rab,
Kami sadar bahwa sebentar lagi giliran kami yang Engkau ambil,
Sebelum Engkau cabut nyawa kami, beriikan kesempatan bagi kami untuk bertobat kepadaMU,

Ya Rob;
Beri kami kesempatan untuk memohon ampunan untuk orang tua kami,
Beri kesempatan kami untuk memohonkan ampunan terhadap suami kami, isteri dan anak kami yang telah Engkau cabut nyawa mereka sebelum kami

Ya Rob,
Ampunilah mereka, Ampunilah mereeka, ampuniolah mereka.

Engkau yang menggenggam jiwa kami.
Apakah besuk Engkau akan mencabut nyawa kami ?
Apakah besuk Engkau akan mencabut nyawa kami ?

Padahal kami belum sempat menunaikan zakat yang Engkau wajibkan,
Padahal kami baru saja mengerti tentang sholat,
Padahal bulan kemarin kami puasa kami belum benar,
Padahal jum’at kemarin kami belum menunaikan sholat jum’at,
Padahal kami belum melaksanakan ibadah haji,

Ya Rob,
Bagaimana ini ya Rob,
Kami menyesal,
Kami menyesal,
Kami menyesal,
Kami ngeri Ya Rob, jangan Engkau ambil nyawa kami,
kami takut Engkau bertanya tentang sholat kami,
kami takut akan murkamu,

Kami takut,
Padahal nanti yang pertama Engkau tanyakan adalah ibadah
sholat kami,
Bila Engkau dapati sholat kami buruk Engkau langsung lemparkan
Kami ke nerakaMU

Bagaiman ini Ya Rob;
Jangan...jangan....Ya Rob,
Kami belum siap.

Beri kesempatan kami untuk memperbaiki ibadah kami, Ya Rob.
Beri kesempatan kami untuk memperbaiki ibadah kami, Ya Rob.
Beri kesempatan kami untuk memperbaiki ibadah kami, Ya Rob.


اللهمّ انّا نسألك من خير ماسأك منه سيّدنا ونبيّنا محمّد

عبدك ورسولُك


و نعوذبك من شرّ مااستعا ذك منه سيّدنا ونبيّنا محمّد


عبدك ورسولُك


اللهمّ انّا نسألك موجبات رحمتك وعزاءم مغفرتك والسلامة من كلّ اثم والغنيمة من كلّ برّ والفوز با لجنّة والنّجاة من

النار والعفو عندالحساب


ربّنا اتّنا فئ الدنيا حسنة وفئ الاخرة حسنة وقنا عذاالنار


وصلّى الله على سيدنا محمّد وعلى اله وصحبه وسلّم


واللحمد لله ربّ العالمين






»»  LANJUT...

Rabu, 12 Mei 2010

Hakekat Kaya dan Miskin

Budi Wibowo

اَلحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ الْقُرْاَنَ الْكَريْمَ فَقَالَ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَاوَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْق
اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ الاَّ اللهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَ رَسُولِكَ وَعَلَى أَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ: أَمَّابَعْدُ
فَيَا اَيُّهَ الْحَضِرُوْنَ : اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ رَسُلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْياَ مَزْرَعَةُ الاخِرَةِ
صَدَّقَ اللهُ الْعَظِيْمَ وصَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِيْمَ

Sidang jum'at yang berbahagia,
Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah malimpahkah rahmatnya dengan menciptakan Quran yang mulia dan memperingatkan hambanya dengan Firmanya "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan ia ingat kepada Tuhannya lalu dia mendirikan sholat, sedang kamu memilih kehidupan duniawai, sedang kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal"

Salam dan sholawat mari kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad s.a.w.

Sidang Jum'at yang berbahagia,
Tidak bosan-bosannya saya mengajak kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian mari kita tingkatkan ketaqwaan kita. Baik diwaktu lapang maupun di waktu sempit.

Judul kutbah yang akan saya bawakan pada siang hari ini adalah tentang:

HAKEKAT KAYA DAN MISKIN

Sidang Jum'at Rohimakumullah,
Allah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk berbagai ragam baik makhluk itu berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kita lihat ada berapa banyak ragam tumbuhan baik mengenai ukuran, bentuk, warna maupun umurnya tak satupun manusia di dunia ini yang mampu menghitungnya begitu juga ragam hewan dan manusia. Dari setiap jenis hewan yang samapun ternyata dalam jenis tersebut terdapat keragaman begitu juga manusia anak turunan Adam tak satupun ada yang sama walaupun mereka saudara kembar tetap ada pembedanya, .hingga sekarang belum ditemukan sidik jari yang sama antara satu orang dengan orang lain meskipun ia saudara kembar.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa betapa besar kekuasaan Allah swt .
Ilustrasi ini sekedar mengingatkan kita bahwa Allah sengaja menciptkan keberagaman itu untuk meletakan timbangan keadilanNya, selain itu juga untuk memberikan keindahan dan manfaat lain.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Allah berfirman dalam Alqur'an:

Sekirannya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lpmbalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan kepadamu apa yang telah kamu perselihkan. (Q.s Al-Maidah 5 : 48).

Sidang jum'at yang berbahagia,
Demikian pula dalam perolehan rejeki setiap individu tidak sama, ada yang kaya ada pola yang miskin, rezeki pada dasarnya adalah perolehan yang kita peroleh untuk kelangsungan hidup kita baik di dunia maupun di akhirat. Manusia sering menuntut keadilan dalam perolehan rezeki ini, atau dengan kata lain manusia sering mempertanyakan bagaimana keadilan Allah itu. Karena memang Allah telah menciptakan manusia dengan fitrah untuk cenderung menuntut keadilan.

Firman Allah dalam surat Al-Infitar 82:7, yang terjemah bebabasnya demikian : Allah SWT telah menciptakan manusia, menyempurnakan ciptaannya dan menjadikannya adil dalam arti seimbang dan cenderung kepada keadilan.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Bagi orang yang beriman harta yang kita miliki pada dasarnya adalah apa yang kita miliki di akhirat kelak, sedang apa yang kita peroleh di dunia ini bukan milik kita. Rasul bersabda:

فَاِنَّ مَالَهُ مَا قَدَّمَ وَمَالَ وَارِثِهِ مَا اَخَّرَ
"Sesungguhnya harta (yang kita miliki) sendiri(secara pribadi) adalah sesuatu yang telah disedekahkan. Sedangkan harta milik ahli waris adalah sesuatu yang belum sempat disedekahkan" (HR. BUkhari)

Sidang jum'at yang berbahagia.
Kekayaan yang kita miliki di dunia ini dapat berupa kekayaan harta benda, ilmu pengetahuan maupun keterampilan. Manusia disyariatkan untuk memanfaatkan potensi-potensi tersebut sebaik-baiknya, Oleh karena itu Rasul bersabda:

الدُّنْياَ مَزْرَعَةُ الاخِرَةِ فَمَنْ زَرَعَ خَيْراً حَصَدَ غِبْطَةً
وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا حَصَدَ نَداَمَةً
"Dunia adalah tempat bercocok tanam untuk kehidupan akhirat. Maka barang siapa yang menanam kebaikan, maka ia akan memetik kebahagiaan. Dan barang siapa mananam keburukan, maka ia akan memetik penyesalan".

Oleh karena itu dalam kepemilikan harta benda khususnya, ada orang yang memiliki kekayaan yang semu dan ada orang yang memiliki kemiskinan yang semu pula. Artinya kesemuan itu tidak menunjukkan kaya atau miskin yang sebenarnya.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Orang kaya yang bakhil pada hakekatnya dia adalah orang yang miskin, karena ia tidak memiliki buah kenikmatan yang dapat ia peroleh di akherat kelak, sebaliknya orang miskin yang dermawan pada hakekatnya ia adalah orang yang kaya karena ia akan banyak meraup buah kenikmatan di akherat kelak.

Sidang jum'at yang berbahagia,

Kembali saya ingatkan dengan mengambil sabda Rasulullah, bahwa:

اَلْعَيْشُ عَيْشُ الاخِرَةِ

"Kehidupan sejati adalah kehidupan akhirat".

Oleh karena itu, bila dikaitan dengan harta, tolok ukur kesholehan seseorang dapat dilihat dari kedermawanannya. Tentu sifat kepemurahan ini tetap dalam rel yang tidak menyimpang dari tuntunan sariah. Rasul bersabda;

السَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى , قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ , قَرِيْبٌ مِنَ الجَنَّةِ بَعِدٌ مِنَ النَّارِ, وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى , بَعِيْدٌ مِنِ النَّاسِ , بَعِيْدٌ مِنَ الجَنَّةِ , قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ. وَالْجَاهِلُ السَّخِيُّ أَحَبُّ اِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الْعَابْدِ الْبَخِيْلِ


"Orang yang murah hati dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka. Orang bodoh yang murah hati lebih dicintai Allah daripada seorang yang ahli ibadah yang bakhil". (HR AT-TURMUDZI).
.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Pernyataan rasul tadi menjawab pertanyaan manusia tentang keadilan Allah dan memberi keterangan kepada umat manusia siapa sebenarnya orang yang mendapat kebahagian di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan sekaligus menggambarkan siapa sebenarnya orang yang kehidupannya berada di tepi jurang neraka dan siapa sebanarnya orang yang kehidupannya mendekati syurga.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Mungkin sebagian manusia masih belum puas dengan statemen tersebut. Ada yang berpandangan bahwa bagi mereka yang telah memiliki kecukupan "harta benda khususnya" tentu ia akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai kebahagiaan itu. Pertanyaan ini telah diantisipasi oleh Allah melalui Rasulnya, sbb;

"Dunia hanyalah untuk empat golongan manusia:
Pertama, seseorang yang diberi harta dan Ilmu pengetahuan oleh Allah, kemudian dia bertaqwa kepada Tuhannya, menyambung tali persaudaraan dan beramal baik dengannya karena mencari keridhlaan Allah, maka dia berada pada kedudukan yang paling utama.

Kedua, seseorang yang diberi pengetahuan oleh Allah tetapi tidak diberi harta kekayaan, sedangkan dia senantiasa lurus niatnya, seraya berkata:"Seandainya aku mempunyai harta kekayaan, niscaya aku akan beramal sebagaimana amal yang dilakukan si Fulan." Dengan ketulusan niatnya itu dia mendapat pahala yang sama dengan pahala yang diterima si Fulan (yang kaya dan sholeh tadi).

Ketiga,(gol ke III) seseorang yang diberi harta kekayaan oleh Allah tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Hingga dia menghabiskan hartanya tanpa ilmu, dan dia tidak bertakwa kepada Tuhannya, tidak menyambung tali persaudaraan dan tidak beramal sebagaimanan yang ditentukan Allah, maka dia berada pada kedudukan yang paling buruk.
Keempat, seseorang yang tidak diberi harta oleh Allah dan juga tidak diberi Ilmu pengetahuan, kemudian dia berkata :"Seandainya aku mempunyai harta , niscaya aku akan melakukan amal dengan hartaku sebagaimana amalan yang dilakukan spt Golongan ke III".
Dengan demikian dia mendapat timbangan dosa yang sama dengan Gol II.(golongan orang paling buruk)" (HR. TIRMIDZI DAN AHMAD).

Sidang jum'at yang berbahagia,
Adanya seorang hamba diberi oleh Allah tentu ada sebab dan adanya seorang hamba yang tidak diberi oleh Allah juga karena sebab. Adanya suatu pengabulan tentu didahului oleh pengabulan dari suatu permintaan. Banyak perolehan yang dapat dicapai seorang hamba tergantung dari kepandai hamba itu dalam menangkap sinyal-sinyal hidayah. Jadi hidayah harus dikejar, tidak mungkin Allah akan memberikan petunjuk dalam menyelasaikan sebuah persoalan jika seorang hamba itu hanya duduk termenung di dalam masjid tanpa memperdulikan kemaslahatan dunia. Demikian juga tidak mungkin seorang hamba akan mendapat kebahagiaan di akherat jika ia mengabaikan perintah-perintah yang syariatkan Allah.
Allah berfirman dalam Alqur'an (QS Qasshas:28:77)

"Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaiman Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
.

Sidang jum'at yang berbahagia,
Kini telah jelas bahwa Allah menciptakan manusia itu dalam bentuk yang berbeda selain untuk menciptakan keindahan Allah juga bertujuan untuk meletakkan keadilan-Nya dihadapan makhluk-Nya.

Tidak ada jaminan kepastian bahwa orang yang kaya itu memiliki amal yang lebih sempurna dibandingkan yang miskin dengan alasan bahwa si Kaya lebih mudah bederma disbanding si miskin. Bobot kedermawanan seseorang dapat dilihat dari tingkat keikhlasan dan kadar nilai dari harta tersebut berdasarkan ukuran kebutuhan yang dimiliki oleh si penderma.
Bila seseorang menyedekahkan hartanya sementara ia membutuhkan tetapi ia sadar bahwa orang lain lebih membutuhkan, dengan ikhlas ia berikan kepada orang lain, maka inilah orang yang memiliki kesholehan yang sempurna. Allah berfirman dalam QS Ali Imran : 3:92:
..
"Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."

Sidang jum'at yang berbahagia,
Sebagai khotib saya berwasiat, terutama kepada diri saya dan mengajak kepada jamaah sekalian. Mari kita warnai hidup ini dengan penuh sedekah atau berderrma dengan tujuan semoga kita dicatat oleh Allah sebagai salah seorang hambanya yang dermawan.
Kita dermakan sebagian rejeki kita untuk kemaslahatan bersama. Yang lebih penting adalah perolehahan rejeki yang kita dapat adalah rejeki dari hasil keringat kita dengan jalan yang benar. Bukan rejeki yang kita peroleh dengan jalan haram. Karena harta yang haram tidak membuahkan hasil apa-apa di akherat kelak, atau dengan kata lain Allah menolak sedekah dari rejeki yang haram: seperti sabda Rasulullah s.a.w.:


وَلاَ يَقْبَلُ اللهُ اِلاَّ الطَّيِّبَ 

"Dan Allah tidak akan pernah menerima kecuali yang baik (halal), (HR. Bukhori dan Muslim).

.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
 
 ____________________________
Telah disampaikan:5 Mei 2006
»»  LANJUT...